sponsor

Slider

Seputar Bekasi

Pemerintahan

Tokoh

Kuliner

Piknik

Olah Raga

» » Pendaki Gunung Tertinggi di Dunia Asal Bekasi


KOTA - Siapa yang akan menyangka jika dua dari tiga pendaki puncak Gunung Kilimanjaro di Tanzania, Afrika, adalah anak Bekasi? Gunung ini adalah gunung tertinggi di dunia yang berdiri bebas. Tingginya 5.895 meter di atas permukaan laut.

''Tak apalah jika banyak yang mengira kami (orang) Cina, Jepang hingga Nepal. Sehingga berkali-kali harus menjelaskan kalau kami dari Indonesia. Kami hanya ingin menunjukkan pada dunia kalau orang Indonesia juga bisa sampai sini,'' demikian ucap Umi Lutfiah (20), seolah diamini dua rekannya dari Bekasi, Syarifudin Ahmad (18) dan Irwan Hidayatullah (22).

Begitulah trio pendaki itu bercerita seputar keberhasilannya sampai ke puncak Gunung Kilimanjaro di acara penyambutan tim atlet Kilimanjaro Diponegoro Seven Summit Expedition Part II, hari ini, di kampus Undip Semarang. Mereka tergabung dalam tim Ekspedisi Kilimanjaro bentukan UKM Wapeala Undip. Ketiganya masing-masing adalah mahasiswa D3 Teknik Mesin, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Fakultas Ilmu Budaya.

Syarifudin adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Emaryanto (48) dan Ninuk Widaningsih (40). Ia tinggal di Kampung Lubang Buaya, Cijengkol, Kecamatan Sertu, Kabupaten Bekasi. Sedangkan Irwan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Syarifudin (52) dan Hadijah (49). Ia tinggal di Kampung Telajung, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Sementara, yang bukan dari Bekasi, hanyalah Upik, sapaan hangat buat Umi.

Pancaran mata bahagia terpancar dari ketiganya saat mengisahkan keberhasilan menancapkan sang saka merah putih di puncak Kilimanjaro, Tanzania, Afrika. Terbayar sudah obsesi yang terpendam selama 15 tahun. Ketiganya tiba di puncak gunung berketinggian 5.895 meter di atas permukaan laut (dpl) itu pukul 08.08, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober lalu.

Irwan menceritakan hari-hari pendakian terasa berat begitu memasuki ketinggian 4.600 meter dpl, sebab oksigen semakin menipis. Acute Mountain Sickness atau yang dikenal dengan penyakit akut di pegunungan juga sempat mendera mereka.

''Terasa pusing dan mual, ingin memuntahkan semua isi perut. Kami berusaha melawan rasa itu dengan banyak minum air dan tarik nafas panjang,'' kata pria kelahiran Bekasi, 8 November 1990 ini.

Ada kesan tersendiri dalam pendakian tersebut. Upik mengatakan, di Kilimanjaro pendaki diharuskan didampingi satu orang yakni jika bukan petugas maka penduduk lokal setempat. Selama pendakian itu pula, mereka didampingi orang dari bangsa negro. Pendakian ke puncak Uhuru dimulai pukul 00.27. Perjalanan menuju puncak tersebut membutuhkan waktu sekitar tujuh jam.

Meski hanya 15 menit berada di puncak, akhirnya, ekspedisi tersebut mencapai kesempurnaan. Air mata menitik, begitu melihat tebing es abadi yang tangguh berada di dekat mereka.

''Kami merasa sebagai penduduk dunia dari Indonesia. Perjalanan panjang dan amat meletihkan seperti menggapai semut di ujung ketinggian ini telah mengajarkan banyak hal,'' imbuh Upik.

Pelajaran berharga seperti apakah itu? Irwan menambahkan, selain gunung tertinggi, Kilimanjaro pantas disebut sebagai salah satu taman nasional terbaik di dunia. Konservasi yang dilakukan pada gunung tersebut pantas diadopsi oleh taman nasional di negara manapun dan tak terkecuali Indonesia.

Petugas yang berjaga di tiap camp, misalnya, tidak semuanya orang pemerintahan. Penduduk lokal setempat justru merasa bangga jika bisa berbuat sesuatu untuk negaranya.

''Prinsip orang di sana, apa yang dilakukan untuk Tuhan dan negara. Karena itu, mereka bangga jika bisa mengabdikan diri untuk negara.''

Sistem administrasi pencatatan pendaki pun berjalan baik. Untuk kepentingan pemantauan kondisi mereka, pendaki diharuskan registrasi di setiap camp. Agar jika terjadi sesuatu maka respon bisa cepat diberikan. Satu hal lagi yang tidak terdapat di gunung manapun, yakni setiap camp dilengkapi dengan fasilitas toilet.

Syarifudin mengatakan, proses pendakian tersebut berlangsung selama sepekan di mana terbagi lima hari untuk naik dan dua hari untuk turun. Selain pendakian, ekspedisi ini membawa misi kebudayaan. Pameran dan demo membatik digelar di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dihadiri puluhan mahasiswa dari Universitas Dar Es Salaam Tanzania. Pada kesempatan itu juga diputar film ''Batik Our Lover Story'', besutan sutradara Nia Dinata. Alhasil, target dari ekspedisi tersebut bisa terpenuhi.

''Alhamdulillah, beberapa target seperti pembuatan peta perjalanan ekspedisi, katalog budaya dan pariwisata bisa terpenuhi,'' ungkap Syarif sembari menyebutkan obsesi ke depan berlanjut dengan pendakian ke Gunung Elbrus di Rusia dan Acon Cagua di Argentina. (Hartatik)

(sumber:bekasiraya.com/Diposting oleh:Respati)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply